Rilisan Fisik Tak Pernah Mati

Cover depan album Kisah Klasik Untuk Masa Depan. (Sumber: Discocgs)

Tahun 2000 adalah awal kali saya membeli rekaman fisik (kaset) dengan uang jajan saya sendiri. Sebuah Kisah Klasik Untuk Masa Depan milik Sheila On 7 nama albumnya. Di tahun itu memang rasanya kurang greget kalau anak ababil tidak menyukai grup band asal Yogyakarta itu. Di sekitar tahun tersebut pula toko-toko kaset di kota Makassar masih mudah didapatkan.

Ada dua kebahagiaan yang dapat dinikmati dari memiliki kaset tersebut. Pertama, saya dapat menikmati lagu-lagu Duta cs semau saya--diputar,diulang, atau dipercepat. Kedua, saya merasa dekat dengan Eross, Duta, Sakti, Anton, dan Adam.  Kalau yang pertama mungkin sangatlah umum diketahui. Untuk yang keuda, itu berhubungan dengan sleeve yang mengiringi.

Di situ ada keintiman yang dirasakan. Bayangkan ketika harus melihat foto mereka dalam proses rekaman. Di situ ada foto Adam dari belakang yang menghadap ke speaker monitor dan mixer. Duta yang sedang menjalani take vokal, Eross dengan gitar Fendernya. Gambaran mereka saat konser, atau melihat Adam dan Eross yang sepertinya menyanyi di bis tur mereka.

Belum lagi ketika melihat deretan terima kasih mereka. Deret nama-nama dan kesan itu seakan memberikan bagaimana mereka memperlakukan orang-orang yang dekat atau berjasa mereka. Dalam hal ini saya merasa seperti mendapat berkah Efek Barnum, melampaui para pakar linguistik dan grafolog.

Berkat sleeve ini pula saya dapat menghapal sealbum lagu-lagu yang mayoritas diciptakan oleh Eross. Dari trek pembuka "Sahabat Sejati" hingga "Selamat Tidur" di akhir lagu. Nomor lawas yang membuat saya belajar ngeband,  "Bila Kau Tak Disampingku" hingga trek "Sephia" yang sangat misterius. Ada juga "Just for My Mom" yang membantu saya belajar bahasa Inggris,  juga "Lihat Dengar Rasakan" yang mengajar secara tidak langsung menghargai para yang kecil. Ah, ya saya hampir melupakan tuah mendengar "Pagi yang Menakjubkan" sebelum berangkat ke sekolah.

Sleeve dalam album Kisah Klasik Untuk Masa Depan 
Serupa para sufi dan filsuf, saya mengalami semacam gerak transendensi ketika memegang album fisik ini. Dan menikmati sembari membolak-balikkan sleeve dan cover album ini memberikan sensasi. Seakan waktu dan ruang tak terpijak, seperti halnya pada narasi Alan Lightman pada novel Einstein Dreams.

Rasanya seperti merubuhkan panggung yang memisahkan penonton dan artis, menembus barikade pengamanan di backstage. Hingga melampaui seluruh pertanyaan para wartawan di press confrence mereka. Belakangan ini efek tersebut turut terasa saat memiliki album Seringai yang saya miliki, Taring dan Serigala Militia. Mereka menambahkan apa yang Sheila On 7 tidak cantumkan: penjelasan dan proses kreatif penciptaan lagu-lagu mereka.

Inilah bagaimana nikmatnya memiliki rilisan fisik. Sesuatu yang mungkin tidak bisa dinikmati di era Spotify atau Joox. Streaming mungkin sudah menggulung rilisan album fisik. Dengan Rp 50.000 seseorang sudah dapat menikmati album-album artis-artis yang mereka dapat pilih.

Namun tetap saja, para provider musik online tidak bisa memberikan ekstase saat memiliki rilisan fisik. Album fisik tetap dinanti, khususnya oleh saya. Seseorang yang tidak mampu membeli banyak rilisan fisik ataupun kolektor
.
Seseorang yang hanya berusaha melihat musik sebagai pencapaian adiluhung manusia yang harus dihargai.

Komentar

  1. Blackjack - Casino - JTM Hub
    Blackjack. Blackjack. Play 출장마사지 Blackjack, Roulette, and Video poker 전라남도 출장마사지 on your titanium wire computer or mobile device. 진주 출장샵 Blackjack players can't wait to see the 포항 출장안마 action!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Gereja Hingga Eksplorasi Lokalitas (Review Buku Puisi Mario F. Lawi, Mendengarkan Coldplay)

Maaf Cak Nas (Obituari drg. Nasman Nuralim Ph.D)

Ketika Mitos dan Realitas Melebur (Review Buku Parabel Cervantes dan Don Quixote)