Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2017

Afi Jangan Berhenti!

Gambar
Apapun yang ditabur itulah yang akan dipanen.  Kira-kira itulah yang terjadi pada seorang anak SMA di Banyuwangi,  Afi Nihaya Faradisa.  Tulisan-tulisannya bernas dan kritis. Melampaui cara berpikir anak seusianya. Salah satunya adalah saya,  yang saat itu masih berpikir untuk mendengar musik dibandingkan membaca buku Sigmund Freud. Lebih memilih menyusun rencana senang-senang di gigs dibanding harus menyusun kata-kata bermakna dan menggugah untuk dibagikan.  Saya mengikuti perkembangannya di lini masa. Sering kali teman-teman di Facebook membagikan tulisannya. Salah satu tulisannya yang terbaik dan mendapat apresiasi khalayak banyak berjudul "Warisan". Ya,  anak Blambangan itu cerdas dan kritis. Afi seorang intelektual muda dalam artian sebenarnya. Dia menampar para tua-tua seperti saya ini.  Seperti tunas yang diberi paclobutrazol--semacam zat yang mempercepat pembuahan--secepat itulah Afi kemudian tumbuh dan berbuah. Tulisannya senantiasa menjadi viral dan mendapat sorota

Sang Ibu Bercadar dan Dokter Giginya

Gambar
Puasa baru akan dimulai beberapa hari namun bisa dibilang saya mungkin telah melumuri diri saya dengan prasngka pada satu hari itu.  Malam itu sehabis magrib, klinik saya kedatangan seorang ibu bercadar. Dia membawakan saya seamplop rujukan dari dokter jantungnya.  "Saya mau operasi jantung,  Nak.  Katanya harus cabut gigi yang rusak," imbuhnya sembari mata saya menjejali surat keterangan tersebut.  Saya memicingkan mata dan melihatnya. Ingatan saya berkelindan dengan masa lalu. Utamanya saat menjadi pelajar dan mahasiswa.  Bisa dibilang saya adalah orang yang kurang respek terhadap para Islam Kanan. Mereka-mereka yang menonjolkan simbol beragama. Entahkah itu janggut,  celana cungkring, bahkan cadar.  Pemikiran saya gaya seperti itu sudah tidak relevan lagi dengan zaman dan terlalu primitf. Apalagi dalam pengalaman saya terhadap sosok seperti itu tak jauh dari karakter yang agresif dan closed-minded.  Ya,  dari SMA,  saya selalu dijejali di mushallah bahwa musik--yang menjad

Mati Indah Seperti Para Punggawa Grunge

Gambar
Hilang sudah satu permata musik Grunge. Chris Cornell, vokalis dari Soundgarden juga Audioslave. Dia ditemukan tergeletak di kamar mandi bermandikan darah. Pihak kepolisian kemudian menduga Cornell bunuh diri.   Dia merenggangkan nyawa setelah konsernya bersama Soundgarden, band yang melambungkan namanya di kancah musik. Lebih dari itu, Cornell menambah daftar para pemusik genre ini yang mangkat--saya ragu melabelinya 'tragis'. Grunge atau Seattle sound, memang identik dengan nihilisme dan depresi terhadap kondisi sosial. Hal yang paling jelas dapat terlihat pada barisan liriknya. Charlie R. Cross menuliskan dalam Heavier Than Heaven bahwa kemuakan anak muda pada perang dan kondisi sosial, salah satu dorongannya. Depresi ini kemudian melahirkan rasa keinginan untuk mati. Kematian ini bemakna filosofis seperti dijelaskan oleh Albert Camus dalam Mite Sisifus . Beberapa pionir musik ini kemudian memilih jalan ini. Berikut ini para musisi Grunge yang mati tersebut. Dan ya

Saya dan Rekan Hizbut Tahrir

Gambar
Tahun 2009 lalu, saya naik mobil panther menuju Makassar. Malam itu saya meninggalkan posko KKN Bantaeng menuju kota untuk membereskan keperluan administrasi perkuliahan semester depan. Di atas mobil itu saya bertemu dengan Aray (sebut saja dia seperti itu). Aray adalah rekan SMP dan SMA saya. Tidak ada yang terlalu mencolok dengannya semasa bangku sekolah. Lain halnya ketika masuk bangku kuliah. Dia bermetamorfosis menjadi aktivis Hizbut Tahrir. Saya terkejut, mengingat saya mengenal betul rekam jejaknya selama di bangku sekolah jauh dari sesuatu yang bersifat relijius, apalagi yang sifatnya mengakar. Beberapa kali saya melihat dia di mushallah fakultas mengumandangkan takbir beserta agitasi anti Barat dan kapitalisme. Tak luput pula beberapa kali mata saya menangkap dia menjadi koordinator lapangan aksi dengan kepala dibalut panji perang yang menjadi logo organisasinya. Di salah satu persinggahan mobil sewaan, saya bersamanya duduk selonjoran meluruskan kaki di warung. Sem

James Brown dan Bobby Byrd: Persahabatan, Pengorbanan, dan Kepercayaan

Gambar
James Brown dan Bobby Byrd (sumber: Talk2Svcom) Di salah satu penjara yang dingin di Georgia, seorang lelaki menatap langit dari balik barisan tiang yang memisahkannya dari kebebasan. Laki-laki itu meringkuk lesu tak berdaya. Dia menyesalkan pencurian mobil yang gagal itu. Ingatannya berkelindan akan beberapa jam lalu. Ya, remaja usia 16 tahun itu melakukan pencurian. Sialnya aparat berhasil menangkapnya. Penjara membentuknya sehingga mencicipi dunia gelap, menjadikannya kuat. Turut pula mengajarkannya akan kecintaannya pada musik. Di penjara inilah remaja ini bertemu partners-in-crime- nya, Bobby Byrd. Salah seorang yang membuatnya dikenang sepanjang masa . Dialah Sang legenda musik soul dan funk, James Brown. Dia mengusap memar di kepalanya, beberapa jam lalu dirinya dan Bobby Byrd berkelahi dengan sesama tawanan. Saat dia menikmati sajian musik gospel di aula. Keduanya bertemu di klinik penjara saat James mengetahui bahwa Bobby-lah yang tampil saat itu. Tepat 3 M