Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2017

Merayakan Kebisingan (Catatan Thursday Noise Vol.10, 23 Februari 2017)

Gambar
Gambar 1. Teenage Death Star menggasak panggung Bagi beberapa mahzab di Islam, malam Jumat memiliki arti penting di dalam peribadatan. Sejumlah ibadah dilakukan di malam itu, sebut saja yasinan hingga yang terma "sunnah rasul" bagi yang sudah sah bersuami-istri. Hal yang serupa dilakukan pada para indies, hipster, hingga penggemar deru bising ibukota. Perhelatan Thursday Noise adalah ritusnya. Sejak beberapa tahun lalu di Makassar, saya udah mendengar ihwal kegiatan ini di salah satu linimasa band kesukaan saya, Morfem; juga seorang penulis lirik terkece di Indonesia, Jimi Multhazam. Dan Jumat lalu, (23/2) saya mendapatkan kesempatan hadir di ibadah tersebut. Perhelatan yang kesepuluhnya. Malam itu, jam menunjukkan pukul 11. Saat itu di salah satu beerhouse, cafe, atau apalah;   Lost and Found di daerah Kemang, terlihat anak-anak muda nongkrong di depannya. Dari luar samar terdengar lagu "Jungkir Balik" milik Morfem. Ah, saya telat banyak di event ini.

Sang Penonton

Seorang rekan menunggui televisi. Tangannya bermain-main dengan gawai. Mengamati linimasa dengan banyak swafoto orang-orang yang telah menunaikan ibadah kenegaraannya, dengan cap keunguan di jemarinya. Sedari mata membuka atensinya terarah pada kedua hal tersebut. Hari ini baginya adalah pertarungan, yang sayangnya saya tidak merasakannya. Saat saya sedang menikmati mie instan, dia bahkan tidak melihat kearah saya yang sangat khidmat menikmati. Saya menawarkannya segelas teh atau kopi, tapi tetap saja dia hanya diam melongo. Dia tidak lapar, tidak juga haus. Denyut penasarannya memburu, mengalahkan kebut asam lambungnya yang sedari malam tadi tidak diisi oleh penganan. Bisa dibilang rekan yang satu ini adalah orang yang cukup ribut di media sosial. Dia orang gemar perang demi mendukung salah satu kandidat Pilkada Jakarta. Juga dia mengklaim diri sebagai seorang muslim yang taat. Ketaatan itu ditujukannya dengan menyerang pendukung atau menyebarkan berita-berita yang kiranya ia me

Gagal Konsisten

Saya memiliki seorang teman, dia adalah orang yang sangat mengidolakan Ulil Abshar Abdala, seorang intelektual muslim pendiri Jaringan Islam Liberal. Baginya Ulil adalah sosok pembaharu keislaman yang gagasannya tentang kebebasan beragama sangat kuat. Dia adalah pembaca filsafat dan buku sosial. Keterikatannya dengan dunia pesantren menjadikan dirinya serasa dekat dengan Ulil.  Berinteraksi dengan lingkungan kampus menjadikannya seorang pembaca yang giat. Aplagi dia adalah seorang pemateri materi-materi pengkaderan yang menyentuh ranah filsafat Islam. Dengan itu ludeslah semua karya-karya Ulil dilahapnya. Salah satunya adalah tulisan magnum opus Ulil di Kompas tahun 2002, "Menyegarkan Kembali Pemahaman Islam". Tulisan itu menjadi fondasinya  saat beraksi di panggung-panggung pelatihan. Dia terlihat pintar dengan itu, bahkan beberapa lawan debatnya tidak berkutik. Beberapa kali dia menjadi panel berbarengan dengan "lawan ideologi"-nya. Dia mampu mematahkan argumen-ar