Sewindu


Datumuseng, 10 Desember 2008.

Di suatu sudut gelap lorong pusat kota Makassar, lima orang memiliki mimpi yang sedikit muluk: menjadi artis. Tidak ada yang istimewa malam itu, hanya beberapa suara bertenaga di depan microphone dengan telinga dibalut headphone. Merekam beberapa lagu-lagu sederhana dengan peralatan yang seadanya, mereka berniat mengguncang dunia musik yang dikuasai pasar tembang "menye-menye". Hari itu lagu pertama berjudul "Mentari Pagi" direkam, membuka jalan sebuah awal, tanpa bisa menebak apa di masa mendatang. Ya, mereka masih remaja, gila dan bersemangat, siap berkorban demi menggapai puncak. Memiliki koleksi album, menggelar konser, hingga dikerubuti groupies.

Zodiac Cafe, 12 Oktober 2013

Mereka sudah melalui mimpi panjang: panggung ke panggung dengan pundi-pundi. Prestasi yang cukup prestise. Tapi memang kesemuanya tidak selalu berjalan sempurna. Mereka saling menatap penuh kecurigaan dan bara yang memendam. Lima tahun lalu sudah terlupa, kedigdayaan hanya kenangan. Salah seorangnya merela berpisah. Dan kemudian semuanya berpisah. Beberapa diantaranya masih berjalan sekalipun telah buntung. Apalah arti setengah dekade? Mereka sudah berada di persimpangan, ada yang memilih kiri, ada yang memilih kanan, sebagian ingin hitam, sebagiannya lagi ingin putih. Persimpangan itu membawa pada perpisahan. Sedikit mendendam, bukan berarti tak pernah padam.

Brawijaya,  14 Oktober 2016

Halo, apa kabarmu kawan? ujar salah seorangnya. Sudah lama dirinya tak mendengar kabar kawan lainnya yang berjuang di garis depan. Dia telah memiliki harapan lain, setelah harus mengubur dalam mimpi dalam pesakitannya, Sudah lama memang mereka tak bertemu. Kudengar kau jarang manggung lagi? ucapnya spontan. Semua telah berlalu, usia nyatanya telah meruntuhkan segala usaha. Mereka terjungkal akan realitas. Yang ada hanya kerja, bukan lagi seniman adimanusia. Yang tersiksa memaksa, berdiri di atas puing sisa-sia.  Kau harus semangat kawan, tenang saja aku mendukungmu, ucapnya diselingi diam. Putus.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Gereja Hingga Eksplorasi Lokalitas (Review Buku Puisi Mario F. Lawi, Mendengarkan Coldplay)

Maaf Cak Nas (Obituari drg. Nasman Nuralim Ph.D)

Ketika Mitos dan Realitas Melebur (Review Buku Parabel Cervantes dan Don Quixote)