Tanpa Upacara, Tapi Kerja Nyata

Segerombolan muda-mudi dengan atribut bendera disertai beberapa mars nasionalisme berarak di jalan pada pukul delapan pagi. Sebelumnya, mereka melaksanakan upacara bendera, dalam merayakan ulang tahun RI ke 71.



Di salah satu ruangan yang dilalui oleh pawai tersebut, terduduk beberapa orang. Beberapa orang ini terlihat serius. Mereka tidak beratribut apapun. Alih-alih melaksanakan upacara bendera, mereka "upacara" rutin dengan soal yang memicingkan mata. Beberapa suasana yang sama terasa di ruangan-ruangan lainnya di tempat tersebut.

Ya, begitulah gambaran sebuah bimbingan bahasa Inggris di Kampung Inggris, Pare. Di kampung ini berhamburan lembaga bimbingan bahasa Inggris, namun dalam pengamatan saya, tak ada satupun yang melaksanakan ritus tahunan 17 Agustus. Tak jua terlihat perlombaan yang menjadi tradisi masyarakat Indonesia pada umumnya. Ada apa?



Untuk hal itu, Rafeli, salah seorang tutor lembaga bimbingan, menyatakan bahwa bukan berarti mereka melupakan nasionalisme. "Kami mengisi hari kemerdekaan ini dengan belajar," ujar lulusan UIN Syarif Hidayatullah ini. Kegiatan seperti ini sudah menjadi agenda tahunan di tempat ini. Terlebih untuk beberapa kelas intensif persiapan tes IELTS ataupun TOEFL.

Belajar Bahasa sebagai Kerja Nyata

Tepat awal tahun 2016, Jokowi mengumandangkan tema HUT ke-71 RI ini, "Kerja Nyata", ditambah lagi dengan pidato Menristek, Mohamad Nasir yang mengutarakan bahwa semangat kerja itu ditujukan untuk menelurkan pelbagai inovasi. Inovasi yang katanya mampu merenda masa depan Indonesia.

Belajar adalah kerja nyata, terlebih mempelajari bahasa yang merupakan senjata. Dan apalagi mempelajari senjata bangsa dan negara lain. Rahasia ini nyatanya juga dipergunakan oleh Korea Utara yang selama ini berani menantang kuasa dan para raksasa dunia.

Selanjutnya, dalam artikel yang berjudul Why Bilinguals Are Smarter yang ditulis oleh Yudhijit Bhattacharjee di New York Times, terdapat penelitian bahwa dengan kemampuan bilingual akan meningkatkan kemampuan di otak yang disebut executive function—suatu fungsi otak yang berhubungan dengan konsntrasi terhadap perencanaan, pemecahan masalah, dan beberapa kemampuan mental lainnya. 

Terlebih belajar bahasa asing bisa  menjadi salah satu upaya untuk itu, apalagi bahasa Inggris, salah satu bahasa ibu negara yang berada di peringkat tiga dalam Global Inovation Index--Sebuah kolaborasi dari Cornell University, INSEAD, dan World Intelectual Property Organization (WIPO) kepada negara atas riset dan inovasi yang dilakukan.

Sumber : http://www.wipo.int/pressroom/en/articles/2016/article_0008.html
Apalagi Indonesia-Inggris sedang menggalakkan kerjasama di bidang riset dan iinovasi, di mana Inggris memberikan dana hibah hingga 10 juta poundsterling untuk riset dan inovasi  Indonesia hingga 2021. Dengan belajar bahasa Inggris minimal kita dapat belajar, belajar untuk menjadi besar, belajar meningkatkan inovasi dan temuan untuk negeri dari salah satu negara adidaya lewat temuan dan karya.

Jadi, rasanya apa yang dilakukan Rafeli dan kawan-kawan ini melebihi sekedar seremonial upacara ataupun tradisi tahun ke tahun. Mereka melakukan aplikasi "Kerja Nyata", upaya untuk memantik perbaikan negara dan bangsa kedepannya lewat bahasa. Menjadikan senjata itu di tangan bangsanya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Gereja Hingga Eksplorasi Lokalitas (Review Buku Puisi Mario F. Lawi, Mendengarkan Coldplay)

Maaf Cak Nas (Obituari drg. Nasman Nuralim Ph.D)

Ketika Mitos dan Realitas Melebur (Review Buku Parabel Cervantes dan Don Quixote)