Akhir Nada Melismatis



Tahun 2012-13 adalah masa penting dalam skena musik Makassar. Tahun itu adalah masa penuh pergulatan dan semangat para pelaku musik generasi setelah generasi Bengkel Musik (awal 2000an). Mulai dari rilisan, panggung kecil kolektif hingga beberapa komunitas berdiri dan meramaikan.

Salah satu pemantiknya adalah grup yang bernama Melismatis. Saya awalnya mengenalnya lewat keaktifan saya di salah satu grup musik. Kami beberapa kali sepanggung atau terkadang saling menonton penampilan.

Sebagai sesama band Indie yang harus mencari panggung untuk terus eksis, wajarlah kalau ada persaingan di dalamnya. Jujur saja kesan pertama saat bercengkrama dengan awak band ini, ada kesan sok dan "tattalekang" paling mengendap. Mereka bergaya seakan membawa wahyu Illahi untuk para pelaku skena.

Pandangan saya berubah ketika beberapa kali berdiskusi intens di Kedai Buku Jenny ataupun di backstage, bahkan beberapa kali saya dan manager band saya berdiskusi mengenai kemajuan skena atau hal remeh temeh lainnya. Grup ini memiliki visi yang besar akan kota Makassar dan pengembangan musisi lokal yang nyatanya masih sangat diskriminatif. Terlepas dari berbagai like atau dislike tadi, saya harus mengakui ada kecemburuan tertanam akan band itu.

Saya cemburu mereka mampu merilis album mereka. Saya cemburu band itu bisa melakukan tour dengan biaya kolektif. Saya cemburu mereka melakukan sesuatu kebaruan dalan skena musik Makassar, yang saat itu berada dalam masa transisi.

Saya harus mengakui mereka mampu menelurkan musik yang menarik dan cukup segar, menggabungkan folk, shoegaze, dan post-rock dalam satu rangkaian kereta. Kalau anda tidak percaya, anda bisa menyimak album mereka "Finding Moon". Bahkan rasanya ganjil ketika tidak hadir dalam penampilan band ini. Sadar atau tidak sadar, seluruh kegiatan yang berhubungan dengan musik di Makassar, pernah dilakukan kelompok ini. Bisa jadi merekalah inspirasinya.

Melismatis yang berasal dari kata melisma, satu nada dalam satu kosa kata yang meliuk jika dalam satu kata, nyantanya harus berhenti meliuk-liuk dalam kata atau kalimat yang belum sempat mereka selesaikan.Beberapa hari yang lalu saya mendapati kabar bahwa band ini telah bubar sebelum merilis album kedua mereka. Hal itu diutarakan dalam sebuah penampilan mereka-sialnya saya tak hadir di acara itu. Ada rasa kekecawaan dan kesedihan tanpa harus menitikkan air mata. Kesedihan karena kehilangan inspirasi bermusik-sekalipun saat ini saya ragu bila dibilang bermusik. Kehilangan mantan rival yang saya hormati.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Gereja Hingga Eksplorasi Lokalitas (Review Buku Puisi Mario F. Lawi, Mendengarkan Coldplay)

Maaf Cak Nas (Obituari drg. Nasman Nuralim Ph.D)

Ketika Mitos dan Realitas Melebur (Review Buku Parabel Cervantes dan Don Quixote)