Malam yang Berbeda



Malam kemarin saya melihat betapa kembang api menembus atmosfir, klakson mobil dan motor yang ingin menerobos kerumunan pejalan, gemuruh sound system dan pentatonik dangdut elekton, hingga lautan manusia di pusat kota. Kota kecil seumpama sarang semut yang bekerja menyambut kelahiran sang Ratu. Tanpa mengenal waktu berkerumun - sekalipun tidak setertib semut - dan menikmati malam. Tepat jam 12 langit terpecah dalam fragmen cahaya yang menyilaukan.

Besok malamnya tiada lagi suara terdengar, tiada lagi lautan manusia, tiada lagi asap kuliner, tiada lagi klakson dan knalpot bogar yang berbunyi. Malam kemarin sungguh tenang, seumpama malam kelahiran Al-Masih. Mungkin mereka tidak sedang berdoa, ataupun melantunkan sabda - sabda Tuhan yang paling kudus, ah apalagi meluangkan waktu untuk membaca puisi para penyair. Mereka mungkin terlalu lelah beresolusi dengan semarak pada malam sebelumnya, terlalu capek dengan pelbagai distorsi masyarakat urban yang mencapai klimaksnya.



Kini mereka kelelahan, tahun baru menyambut. Harapan ingin ditunaskan agar kelak dapat berbuah di tahun ini, bisa jadi tahun depan, atau kedepan-depannya lagi.

posted from Bloggeroid

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Dari Gereja Hingga Eksplorasi Lokalitas (Review Buku Puisi Mario F. Lawi, Mendengarkan Coldplay)

Maaf Cak Nas (Obituari drg. Nasman Nuralim Ph.D)

Ketika Mitos dan Realitas Melebur (Review Buku Parabel Cervantes dan Don Quixote)