Hari-Hari Penuh Ketakutan Sang Korban Persekusi
![]() |
Ilustrasi: IDN Times |
Subuh itu saya dikagetkan
(24/9) oleh riuh gemuruh grup Whatsaap kosan saya. Isinya tak lain adalah
beberapa link berita bahwa dia adalah penista agama dan ujaran laknat-laknat
lainnya.
Dia adalah Andi Fadlan Irwan (26),
seorang dokter, aktivis, sekaligus intelektual. Malam sebelumnya dia bertarung
di Twitter bersama akun Twitter Tifatul Sembiring dan Taufiq Ismail perihal
tragedi 1965. Dia menambah daftar keributan perihal itu.
Ciutan itu langsung dibalas dengan rentetan makian, juga
beberapa diantaranya adalah ancaman.Tak luput juga beberapa media yang tanpa
klarifikasi.
Ya, Fadlan telah menerima persekusi. Dalam hal ini saya memakai
definsi Jaako Kuosmasen, yang menjelaskan tiga syarat persekusi: (1) ancaman
asimetris dan sistemik; (2) bahaya berat dan berkelanjutan; dan, (3) sasaran
diskriminatif dan tidak adli.[1]
![]() |
Salah satu media yang memberitakan Andi Fadlan Irwan secara sepihak |
Saya langsung mengobrak-abrik Twitter dan menggunakan pencarian
atas namanya. Di sana saya liat ratusan akun menyerangnya dan mencecarnya.
Semua diawali dari ciutannya,
Ada sebuah agama yang pernah membantai ratusan juta manusia
selama ribuan tahun di seluruh dunia: islam.
Tuduhan “komunis”,
“kafir”, hingga “penista agama” tersemat padanya. Yang paling mengerikan adalah
diantaranya melemparkan pernyataan ancaman dan memakai kata “bunuh”. Akunnya
saat itu dikunci, menandakan bahwa dia merasa terancam juga menganggap ancaman
itu serius.
Kami semua panik. Wajarlah,
seorang rekan dan teman seatap mengalami masalah tentulah kami turut
merasakannya. Saya mengirimkannya pesan lewat Whatsapp, tapi tidak terbaca. Pun sama saat menelponnya, saat itu telepon saya tidak diangkat
olehnya.
Beberapa jam
berlalu. Matahari telah menapaki kaki langit. Saat itu pula Twitter sedang
membara dengannya. Para netter juga
turut meliar. Informasi pribadinya di Facebook dan media sosial lainnya menjadi
modal untuk persekusi. Bahkan beberapa status-status lamanya di-capture dan dibuat memanaskan kondisi.
Sekitar pukul
9 pagi, saya kembali menelponnya. Saat
itu nomornya sudah aktif. Namun ada yang tidak biasa dari suaranya. Suaranya
terdengar gentar. Seakan perasaan takut memenjarakan suaranya yang saya kenal
lantang. Padahal, setahu saya dia adalah rekan saya yang paling militan saat
berdiskusi dan orasi--utamanya saat sama-sama mahasiswa dulu.
Para netter juga
turut meliar. Informasi pribadinya di Facebook dan media sosial lainnya menjadi
modal untuk persekusi. Beberapa status dan tulisannya di media-media dianggap
liberal—Fadlan adalah seorang pembaca buku-buku filsafat—dan anti-Islam.
Nyatanya, dia adalah seorang aktivis HMI yang paripurna (melewati
jenjang pengkaderan LKIII, pengkaderan tertinggi di HMI), dia juga tercatat
sebagai seorang Muhammadiyah. Kakaknya juga tercatat sebagai petinggi Wahdah
Islamiyah di kampungnya, Sinjai, Sulawesi Selatan.
Dia juga menuturkan bagaimana para karyawan Puskesmas yang
tempatnya dulu bekerja di Enrekang mengabarkan bahwa dia dicari-cari oleh
beberapa orang yang datang ke sana.
“Tadi adikku yang di Makassar ditelepon dan dicari-cari (baca:
diteror) oleh beberapa orang,” lanjutnya.
Hari itu adalah hari yang kelabu untuknya. Hari di mana
ketakutan akan keamananan keluarganya yang utama. Hari itu juga Fadlan sudah
menjadi korban persekusi, di negara yang berada di posisi kelima di dunia dalam pemakaian
Internet.
Tetra Pak Index merilis bahwa pengguna internet di
Indonesia adalah 132 juta pengguna.[2], 95 persennya menggunakan
untuk berjejaring di media sosial. Diantaranya itu, sebanyak 45 juta adalah
pengguna Instagram[3],
115 juta akun Facebook[4], serta 24,34 juta akun
Twitter.[5]
Namun sayang keamanan dalam kebebasan berpendapat di media
sosial itu terhalau oleh hate speech dan
persekusi. SAFEnet merilis bawa sepanjang 2017 ini, persekusi daring ini
sebanyak 88 kasus.[6] Damar Juniarto saat saya
hubungi juga menuturkan bahwa persekusi ini meningkat kala momentum-momentum
politik.
“Persekusi ini akan semakin meningkat hingga Pilpres 2019
mendatang,” lanjutnya.
Persekusi ini menyisir berbagai latar belakang. Saya langsung teringat
pada kasus Fiera Lovita, seorang dokter yang kena persekusi setelah menghina
‘Imam Besar Umat Islam’.
Persekusi ini yang kemudian menjadikan Fiera kehilangan
pekerjaannya, dan membuatnya meninggalkan kampung halamannya di Solok, Sumatera
Barat. Anak Fiera mengalami trauma psikis.[7]
Ada juga kasus Dokter Otto.[8] Seorang dokter yang
dituduh menista agama. Dia bahkan melalui proses hukum. Sialnya, sang dewi
keadilan tidak berpihak padanya. Dia dijatuhi hukuman dua tahun. Selama berada
di dalam rutan,dia kerap mendapat ancaman pembunuhan. Ancaman terhadap Otto
yang dilakukan para penghuni rutan mulai dari pemukulan hingga akan dibunuh.
Terlebih beberapa orang-orang yang bisa dianggap kenal Fadlan,
justru menganggap apa yang dia terima adalah wajar. Mencegah kasus ini lebih
berkembang dan kelak membahayakan Fadlan. Khususnya dalam memberikan keamanan secara psikologis.
Alasan itulah yang menjadikan saya dan rekan-rekan kemudian
menghubungi berbagai jaringan, yang mungkin bisa mengadvokasi kasus ini.
Senin (25/9) siang, saya mendapatkan sebuah unggahan berisi
surat permintaan maafnya. Di situ saya merasakan dirinya yang terpojok, dirinya
yang sangat lemah.
![]() |
Surat Permohonan Maaf Fadlan |
Beberapa rekan-rekan kecewa, namun beberapa lainnya mendukung. Pun saya juga adalah salah seorang yang mendukung segala
keputusannya, mengingat dia yang paling merasakan persekusi itu.
Saat saya menelponnya, dia mengakui ketakutannya mencapai titik
klimaksnya. Dan di saat itu dia harus memilih. Dia sangat takut terjadi apa-apa
akan adik perempuannya yang sendiri di Makassar, juga pada orang tuanya.
Tapi bukannya diam, Beberapa akun masih mencercanya. Berita-berita
dan postingan-postingan masih ada yang memojokkan dan bernada ancaman.
***
Di Selasa malam (26/9), Fadlan dan saya bertemu di sebuah cafe
di daerah Tebet, Jakarta Pusat. Di situ kami bertemu dengan Damar Juniarto, dari
SAFEnet. Dia turut menyarankan untuk mempersiapkan pelaporan untuk
LPSK—sialnya hari itu saya masih nol tentang lembaga tersebut. Sebuah
organisasi yang diamanatkan oleh Undang-Undang untuk melindungi saksi dan
korban.
Saat itu mukanya sedikit pucat, dan seperti ada yang berubah
darinya. Ya, biasanya dia selalu melihat ke arah gawainya. Kini dia tampak
mengacuhkan bebunyian dan notifikasi. Seringkali teleponnya berdering, hanya
orang yang dia kenal saja yang dia angkat.
Dia menuturkan bahwa Direktur Rumah Sakit Kepulauan Seribu
tempatnya bertugas di Pulau Pramuka, Jakarta; sempat mencarinya. Untungnya,
kejadian Fiera Lovita dan Otto tidak terjadi padanya.
Justru para staff di Rumah Sakit khawatir akannya. Seorang
satpam bahkan berujar, beberapa orang mencarinya di tempat kerjanya
tersebut. Tapi sang satpam berujar tidak mengenal. Fadlan menceritakan itu
semua dengan sumringah.
Kami memperoleh informasi mengenai tahapan persekusi di media
sosial. Untuk Fadlan sendiri, dia dikategorikan dalam tahap II, di mana sudah
mulai ada ajakan untuk perburuannya.
Hingga hari Senin (2/10), sekalipun serangan di media-media
sosial miliknya telah mereda. Namun saya bersama rekan-rekan tetap mencari
jejaring dan berusaha jika sewaktu-waktu permasalahan ini akan diputar kembali
di kemudian hari. Salah satunya, adalah membantunya menyiapkan paspor, jika
suaka luar negeri dibutuhkan.
***
Rabu malam (4/10), saat itu saya, Fadlan, dan rekan-rekan di
kosan sedang duduk-duduk. Hari itu dia libur dari jaga UGD. Saat itu Fadlan sudah kembali seperti semula.
Gawainya menjadi titik fokusnya, melupakan lingkungan sekitarnya yang sedang
asik bercerita.
Dia telah kembali seperti dahulu. Dua hari itu, tiada lagi
persekusi tersematkan padanya di media-media sosialnya. Namun ketika menapaki
di media-media sosialnya, tiada posting lagi. Ciutan terakhirnya, adalah surat permohonan maafnya, bertanggal 25
September. Pun juga media-media sosial itu masih dalam status terkunci.
Padahal Fadlan adalah sesosok intelektual dengan ide-idenya dan
pertanyaanya akan eksistensi, mengingatkan pada Soe Hok Gie atau Ahmad Wahib.
Postingannya adalah salah satu telaga jernih di tengah keruhnya saling serang
identitas di media sosial.
Di situ saya menyadari, bahwa Fadlan mulai tak bernyali lagi, hilang satu lagi calon intelektual kita. Saya membayangkan
kelak Fadlan-Fadlan lainnya akan tumbang satu persatu karena persekusi di media
sosial. Apa arti media sosial jika harus terbungkam?
Seharusnya di sanalah demokrasi dan kebebasan berbicara
harusnya lebih sehat. Demokrasi memang harusnya ramai dengan gagasan. Gagasan
dan pendapat harusnya dilawan juga dengan yang serupa. Dan saatnya kita
berteriak lantang melawan persekusi. Saya juga yakin, LPSK ada dan akan senantiasa di belakang kita. Kalau kita diam dan bertoleransi dengan ini,
anak-cucu kita berikutnya.[9]
[1] KontraS,
Pilkada, Persekusi, dan Teror Negara.
[2]Detik. 132
Juta Pengguna Internet Indonesia, 40% Penggila Medsos. Diakses tanggal 27
Oktober 2017, dari https://inet.detik.com/cyberlife/d-3659956/132-juta-pengguna-internet-indonesia-40-penggila-medsos
[3]Jakartaglobe.
Instagram Has 45 Million Users in Indonesia, the Largest in Asia Pacific. Diakses
tanggal 27 Oktober 2017, dari http://jakartaglobe.id/news/instagram-45-million-users-indonesia-largest-asia-pacific/
[4]Ibid
[5]Ibid
[6]Persentasi
SAFEnet, 7 Juni 2017.
[7]
Tirto.id. Persekusi Pada Dokter Fiera Berimbas Trauma pada Anaknya. Diakses
tanggal 27 Oktober 2017, dari https://tirto.id/persekusi-pada-dokter-fiera-berimbas-trauma-pada-anaknya-cpPk
[8]Media
Indonesia. Dokter Otto Rajasa Dipersekusi di Balikpapan, dari http://www.mediaindonesia.com/index.php/news/read/107955/dokter-otto-rajasa-dipersekusi-di-balikpapan/2017-06-07
[9] Diambil
dari “If You Tolerate This Your Children Will Be Next” karya Manic Street
Preachers
"Selamat siang Bos 😃
BalasHapusMohon maaf mengganggu bos ,
apa kabar nih bos kami dari Agen365
buruan gabung bersama kami,aman dan terpercaya
ayuk... daftar, main dan menangkan
Silahkan di add contact kami ya bos :)
Line : agen365
WA : +85587781483
Wechat : agen365
terimakasih bos ditunggu loh bos kedatangannya di web kami kembali bos :)"